sains dan teknologi

Beruang Air Si Hewan Terkuat Sedunia Ternyata Sulit Beradaptasi sama Perubahan Iklim

Peneliti menemukan fakta bila suhu tinggi "bisa menjadi kelemahan" bagi makhluk tangguh sekelas tardigrada, yang ribuan kali lebih kuat dari kecoak.
Tardigrada atau beruang air
Tardigrada. Gambar: Goldstein Lab

Tardigrada memegang reputasi sebagai organisme berukuran kecil yang sangat kuat. Lebih dikenal dengan sebutan beruang air atau babi lumut, binatang mini ini dapat bertahan pada suhu dan tekanan ekstrem, hidup bertahun-tahun tanpa makanan, dan kebal dari paparan langsung ruang hampa udara. Beruang air bahkan sangat mungkin tinggal di Bulan. Hal ini diketahui setelah pesawat luar angkasa Israel menjatuhkan ribuan beruang air di permukaan Bulan dalam kecelakaan tahun lalu.

Iklan

Namun, studi baru terbitan Scientific Reports menunjukkan perubahan iklim akibat ulah manusia dapat melemahkan ketangguhan makhluk satu ini. Diketuai oleh ahli biologi sel Ricardo Cardoso Neves dari Universitas Kopenhagen, tim peneliti menemukan spesies tardigrada Ramazzottius varieornatus rentan terhadap suhu tinggi yang akan semakin sering terjadi di masa depan.

“Selama ini, tardigrada digadang-gadang sebagai satu-satunya organisme yang mampu selamat dari bencana besar,” seperti “tabrakan asteroid yang dapat mendidihkan air laut,” bunyi email Ricardo.

“Studi kami membuktikan itu salah,” imbuhnya. “Meski terkenal sebagai organisme paling tangguh, beruang air nyatanya rentan terhadap suhu tinggi.”

Para peneliti menangkap puluhan tardigrada R. varieornatus dari selokan atap di Nivå, Denmark untuk mengetahui seberapa tinggi suhu yang dapat ditoleransi beruang air. Kondisi ini disebut “thermotolerance”.

Satu kelompok tardigrada dibiarkan dalam keadaan aktif dengan membuat mereka tetap terhidrasi dan bisa bergerak. Kelompok lain dimasukkan ke dalam kondisi kering atau “tun”, yang menjadi alasan keberhasilan evolusi tardigrada.

Dalam kondisi tun, hewannya menjadi tidak aktif dan dehidrasi—disesuaikan agar dapat bertahan hidup lebih lama dari tekanan sementara yang dilalui tardigrada. Tun akan bangun, menghidrasi diri, dan menjadi aktif ketika kondisi yang diinginkan kembali.

Ricardo dan rekan mengukur suhu maksimum yang dapat ditoleransi tardigrada dalam keadaan aktif dan tun, baik dalam rentang waktu pendek maupun panjang. Mereka juga mengamati apakah periode aklimasi sebelum paparan berpengaruh pada mereka. Dalam setiap kasus, peneliti bertujuan menentukan suhu mematikan rata-rata, yang berarti setidaknya ada 50 persen tardigrada yang mati.

Iklan

Hasilnya menunjukkan tardigrada aktif yang tidak teraklimasi ternyata tak dapat bertahan lama, menurut peneliti. Separuhnya mati setelah 24 jam dipaparkan suhu setinggi 37,1°C. Sementara itu, tardigrada yang diaklimasi menunjukkan hasil yang lebih baik, mencapai suhu mematikan rata-rata 37,6°C.

Mereka mencatat suhunya hanya beberapa derajat di atas suhu tertinggi yang pernah diukur di Denmark, yaitu 36,4°C. “[Temuannya] cukup mengkhawatirkan bagi kami,” ujar Ricardo. Hal ini menunjukkan tingkat kematian tardigrada dapat meningkat jika gelombang panas intens semakin sering terjadi, yang bisa menimbulkan efek riak pada ekosistem mereka.

“Tardigrada aktif tampaknya memiliki kemampuan menyesuaikan diri terhadap kenaikan suhu,” terang Ricardo. “Namun, kita masih harus mengetahui seberapa cepat peningkatan suhunya dan seberapa baik kemampuan beradaptasi tardigrada. Oleh karena itu, tardigrada aktif akan kesulitan beradaptasi dengan kenaikan suhu akibat pemanasan global.”

Sementara itu, spesimen dalam kondisi “tun” atau dikeringkan mampu bertahan hingga 82,7°C selama satu jam sebelum akhirnya mati. Suhu kematian rata-ratanya turun menjadi 63,1°C selama periode 24 jam. Berhubung suhunya melebihi suhu terpanas yang dicatat saat ini, tun memiliki kesempatan hidup lebih besar daripada mereka yang berada di dalam kondisi aktif dan terhidrasi seperti yang diharapkan.

Penelitian menunjukkan hewan sekuat tardigrada sekalipun terkena dampak perubahan iklim, meski mereka memiliki peluang bertahan hidup yang lebih panjang daripada hewan lainnya.

“Kami kira tardigrada—baik dalam keadaan aktif maupun kering—dapat bertahan hidup pada suhu lebih tinggi, tapi ternyata tidak,” kata Ricardo. “Kami telah menemukan kelemahan mereka. Beruang air jelas bukan hewan terkuat dan sulit dimusnahkan seperti yang sering digembar-gemborkan situs sains.”

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.