Vaksin COVID-19

Kaum Antivaksin Marak, Jerman Dipusingkan Ramainya Pemalsuan Sertifikat Vaksin

VICE World News mendapati penjual sertifikat vaksin palsu di medsos Jerman seharga €150. Lebh
Jerman Dipusingkan Ramainya Pemalsuan Sertifikat Vaksin Seharga 150 Euro
Sertifikat palsu vaksin Covid ramai dijual di grup antivaksin Jerman. Foto oleh Stefan Puchner/picture alliance via Getty Images

Kepolisian Jerman sedang menyelidiki belasan ribu kasus pemalsuan sertifikat vaksin di negara mereka. Tindakan pemalsuan ini dipicu motif politik, mengingat banyak warga di negara itu yang menolak pembatasan ruang gerak selama pandemi Covid-19, serta menolak divaksin.

Berdasar laporan kantor berita DPA, saat ini polisi Jerman aktif menyelidiki setidaknya 12 ribu kasus pemalsuan vaksin di berbagai wilayah. Kasus pemalsuan melonjak drastis sejak Desember 2021, ketika pemerintah federal menerapkan kebijakan melarang orang belum vaksin mendatangi ruang publik seperti toko, restoran, hingga bioskop.

Iklan

Reporter VICE World News mendapati sertifikat vaksin palsu, berwujud QR code, dijual dengan bebas di berbagai platform medsos untuk pengguna berbahasa Jerman. Salah satunya ditemukan di aplikasi pesan Telegram, mematok satu QR Code yang membuat pengguna seakan-akan sudah vaksin seharga €150. Channel Telegram penjual sertifikat vaksin abal-abal itu memiliki hampir 30.000 subscribers. 

Jerman sebetulnya menerbitkan ancaman pidana dan sanksi serius bagi mereka yang menjual atau memakai sertifikat vaksin Covid-19 palsu. Risikonya mulai dari denda, hukuman percobaan, sampai dihalangi haknya bekerja.

Masalahnya, kaum antivaksin di Jerman cukup besar. Mereka ngotot kewajiban vaksin adalah pelanggaran hak asasi individu, serta merampas kebebasan mereka. Desember tahun lalu, seorang lelaki di Jerman membunuh keluarganya sendiri, sebelum akhirnya bunuh diri, karena menolak divaksin. Dia memprotes kebijakan pemerintah mewajibkan vaksin, yang membuat dia merasa “harus” membeli sertifikat palsu, dan bisa membuat hak asuh atas anak-anaknya dicabut.

Data pemerintah Jerman menunjukkan kriminalitas dipicu tindakan menolak pembatasan Covid dan pewajiban vaksin meningkat 6 persen sepanjang bulan ini. Total ada 47.303 kasus kriminalitas sepanjang Januari yang dilatari penolakan orang divaksin atau melakukan social distancing.

Iklan
GettyImages-1237739742.jpg

Polisi Jerman menangkap pengunjuk rasa yang menolak dilakukan social distancing dan semi-lockdown. Foto oleh Philipp von Ditfurth/picture alliance via Getty Images

Salah satu kelompok antivaksin terbesar di Jerman memiliki julukan “Querdenken”, anggotanya tersebar di seluruh negara bagian. Kelompok ini aktif membuat kampanye penolakan vaksin lewat medsos, serta mengorganisir unjuk rasa.

Pada 17 Januari lalu, organisasi ini berhasil menghimpun lebih dari 70 ribu orang di berbagai kota Jerman, untuk melakukan unjuk rasa menolak pembatasan ruang gerak atas nama pencegahan Covid. UU untuk mewajibkan semua penduduk vaksin tanpa kecuali sampai sekarang masih digodok oleh pemerintah, namun diyakini baru akan terbit sekian bulan mendatang.

Merujuk data terkini, lebih dari 73 persen populasi di Jerman sudah mendapat dua kali dosis suntikan vaksin Covid, sementara 48 persen populasi sudah mendapat dosis booster.