Intoleransi

Pelajar Sekolah Negeri Dipaksa Berjilbab, Mendikbud Buka Hotline Pengaduan Intoleransi

Video viral menguak praktik SMK Negeri 2 di Padang yang semi-memaksa pelajar Kristen pakai jilbab. Organisasi guru sesalkan pemerintah baru bertindak setelah kasusnya meluas.
Pelajar Kristen SMK N 2 Padang Dipaksa Pakai Jilbab, Mendikbud Nadiem sediakan hotline intoleransi sekolah
Pelajar salah satu SMA di Kota Padang, pada momen peringatan sesudah tragedi gempa 2009. Foto oleh Bay Ismoyo/AFP

SMK Negeri 2 Padang baru saja jadi sasaran kecaman publik karena ketahuan mewajibkan siswa Kristen menggunakan jilbab. Kasus ini mengemuka setelah ayah siswa tersebut mengunggah video percakapannya dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Zakri Zaini di Facebook pada 21 Januari.

Elianu Hia, sang ayah, dipanggil sekolah karena putrinya “tidak mematuhi peraturan” dengan tidak menggunakan jilbab saat sekolah. Padahal JC, inisial siswa tersebut, tidak beragama Islam.

Iklan

Per 25 Januari video sudah ditonton lebih dari 700 ribu kali, mengundang kritik dari berbagai pihak akan praktik intoleransi yang terus berulang di institusi pendidikan. Melihat respons publik, Kepala SMKN 2 Padang Rusmadi segera meminta maaf.

“Dalam menangani dan memfasilitasi keinginan dari ananda JC kelas X untuk berseragam sekolah yang disebutkan dalam pernyataan, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan dari jajaran serta Bidang Kesiswaan dan Bimbingan Konseling dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian siswi,” kata Rusmadi dalam jumpa pers, Jumat (22/1) kemarin.

Mendikbud Nadiem Makarim turut merespons kasus ini lewat Instagram pribadi. Ia berjanji akan mengeluarkan surat edaran dan membuka hotline khusus pengaduan intoleransi di institusi pendidikan. 

“Sebagai tindakan konstruktif berdasarkan kejadian ini, dalam waktu dekat kami akan melakukan surat edaran dan membuka hotline khusus pengaduan untuk menghindari terulangnya pelanggaran serupa,” tulis Nadiem. 

Nadiem menjelaskan aturan kebebasan berpakaian di institusi pendidikan termaktub dalam UU 39/1999 tentang HAM, UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Permendikbud 45/2014 yang tidak mewajibkan model pakaian kekhususan agama sebagai seragam sekolah. Permendikbud tersebut juga mengatur sekolah untuk tidak boleh melarang siswa mengenakan pakaian khusus agama tertentu apabila wali murid menghendaki.

Iklan

Meski kepala sekolah sudah meminta maaf, penyelidikan tetap dilakukan terhadap SMKN 2 Padang. Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat Adib Alfikri mengaku sudah menerjunkan tim investigasi untuk menyelidiki potensi penyimpangan. ”Nanti kalau ada aturan, praktik, tindakan di luar ketentuan, saya akan mengambil sikap tegas. Kami sudah menurunkan tim ke sekolah. Tim sedang bekerja mengambil data dan informasi. Nasib Kepala Sekolah [SMKN 2 Padang] bergantung dari hasil investigasi,” kata Adib, dilansir CNN Indonesia. Adib juga akan menggunakan momentum ini untuk memeriksa kemungkinan kasus intoleransi serupa di SMA/SMK se-Sumatera Barat.

Respons cepat pemerintah terhadap kasus SMKN 2 Padang tetap menyimpan kekhawatiran tersendiri. Kok baru ketahuan setelah viral? 

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), dalam rilis resminya, menyebut Mendikbud harus berperan aktif mengatasi praktik intoleransi yang sudah berkali-kali terjadi. Kepala Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menjelaskan, intoleransi di sekolah sudah telanjur terkandung di regulasi struktural, sistematik, dan birokratis.

“Mas Menteri tidak mengakui secara terbuka, mengungkapkan ke publik, jika fenomena intoleransi tersebut banyak dan sering terjadi dalam persekolahan di tanah air,” kata Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri. P2G mencatat beberapa kasus intoleransi lain di Indonesia, yakni pelarangan penggunaan jilbab di SMAN 1 Maumere pada 2017 dan SD Inpres 22 Wosi Manokwari pada 2019. Lalu pada 2014, ramai berita pelarangan jilbab di Bali. “Sedangkan, kasus pemaksaan jilbab, kami menduga lebih banyak lagi terjadi di berbagai daerah di Indonesia,” tambah Iman.

Iklan

P2G menganalisis, kebijakan intoleransi di Padang disulut oleh Instruksi Wali kota Padang No. 451.442/BINSOS-iii/2005 yang udah berjalan 15 tahun. Aturan tersebut berbunyi, “Bagi murid/siswa SD/MI, SLTP/MTS, dan SLTA/SMK/MAN se-Kota Padang diwajibkan berpakaian muslim/muslimah yang beragama Islam, dan bagi non-muslim dianjurkan menyesuaikan pakaian [memakai baju kurung bagi perempuan dan memakai celana panjang bagi laki-laki].” P2G kini meminta pemerintah pusat tidak melakukan pembiaran terhadap regulasi bermuatan intoleransi. 

Menyambut tudingan P2G, eks Walikota Padang Fauzi Bahar membela peraturan kontroversial tersebut. Dia berdalih perda tersebut hadir demi, melindungi perempuan. 

“Itu sudah lama sekali, kok baru sekarang diributkan? Kebijakan 15 tahun yang lalu itu. Aturan itu saya yang buat. Sudah ada sejak zaman saya jadi wali kota, bukan sekarang saja. Jauh sebelum republik ini ada, gadis Minang dulunya sudah berbaju kurung. Kita mengembalikan adat Minang berbaju kurung. Tujuan utama kita adalah melindungi perempuan, terutama kaum minoritas di tempat mayoritas,” kata Fauzi kepada Detik.

Setelah mempelajari kasus SMKN 2 Padang, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis beberapa rekomendasi untuk mengatasi intoleransi di institusi pendidikan. Pertama, mendorong Dinas Pendidikan Sumbar memeriksa Kepala SMKN 2 Padang.

Dua, mendorong dinas pendidikan seluruh Indonesia memakai kasus SMKN 2 Padang sebagai pembelajaran sehingga kasus tidak terulang. Tiga, mendorong Kemendikbud meningkatkan sosialisasi Permendikbud 85/2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Empat, memberikan pelatihan kepada tenaga pengajar agar memiliki perspektif HAM. Dan lima, memberikan apresiasi kepada para orang tua yang berani bersuara atas intoleransi.