Cina Akan Menjadi Negara Pertama Sepenuhnya Meninggalkan Uang Tunai
Transaksi lewat kode QR di Pasar Tradisional Beijing. Foto oleh: Aurelien Foucault.

FYI.

This story is over 5 years old.

uang

Cina Akan Menjadi Negara Pertama Sepenuhnya Meninggalkan Uang Tunai

Tiongkok adalah negara pertama di dunia memakai uang kertas. Pengamat meyakini negara itu pula yang akan menerapkan 100 persen sistem transaksi 'cashless'.

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard.

Di kaca depan sebuah toko alat bantu seks Distrik Sanlintun, Ibu Kota Beijing, terpasang kode QR dipajang bersanding dildo warna pink yang diberi julukan 'Super Emperor' serta sebuah pompa klitoris. Cukup pindai kode itu memakai aplikasi yang terhubung dengan dompet digital, maka kalian sudah bisa membawa pulang belanjaan tanpa perlu mengeluarkan uang tunai.

Iklan

Seberang toko seks itu ada kios yang menawarkan berbagai macam rokok. Sistemnya sama persis. Antrean belasan orang berlalu begitu cepat, karena setiap pembeli cukup mendekatkan ponsel mereka ke kode QR di papan, tanpa harus berurusan dengan kasir.

Semua bar dan kafe kawasan Sanlitun—yang dikenal sebagai pusat belanja Beijing—masih menerima transaksi tunai. Tapi jika kalian malas membawa dompet pun tak mengapa. Pastikan saja di ponsel terdapat WeChat atau aplikasi Alipay, maka kalian bisa menikmati malam dengan makanan dan minuman tanpa masalah berarti. Saat menuju ataupun pulang dari Sanlitun, kalian juga tak perlu repot memikirkan kembalian atau tips buat sopir. Seluruh taksi memakai sistem transaksi sejenis, tanpa uang tunai alias 'cashless'.

Bayangkan betapa banyak daftar belanjaan yang tak perlu lagi melibatkan uang tunai di Cina. Layanan produk mulai dari dildo sampai cake, ataupun jasa semacam transportasi umum. Semua ini terwujud berkat pesatnya pasar teknologi finansial Negeri Tirai Bambu. Fenomena serupa menjalar dari Beijing sampai kota-kota kecil di pelosok Tiongkok. Muncul kelakar jika uang tunai beberapa waktu ke depan akan semakin ditinggalkan, lalu terancam punah seperti trenggiling yang banyak diperjualbelikan di pasar gelap.

"Bisa dibilang semua toko, restoran, dan bar seantero Cina kini sudah menerima sistem pembayaran melalui WeChat atau Alipay," kata Yuhan Xu, peneliti asal Shanghai yang melacak pemanfaatan ponsel pintar untuk transaksi ekonomi di negaranya. "Kios-kios kecil saja sudah mengadopsi sistem pembayaran online. Saya tidak pernah lagi ke mana-mana membawa dompet berisi uang tunai," kata perempuan 30 tahun itu.

Iklan

Pengamat ekonomi memprediksi status Cina sebagai negara pertama di dunia yang akan sepenuhnya meninggalkan model transaksi tunai memakai uang kertas dan koin. Tiongkok adalah kekaisaran pertama di dunia yang memperkenalkan uang kertas. Uniknya, di Tiongkok pula rezim uang tunai terancam berakhir, akibat merebaknya model cashless. Pertanyaan selanjutnya, mungkinkah ramalan itu akan terwujud dalam waktu dekat?

* * *

Mari kita kembali sejenak kepada informasi dasar yang penting diketahui. Dari populasi penduduk sebesar 1,35 miliar jiwa, 710 juta di antaranya adalah pengguna aktif Internet. Berdasarkan survei yang dipublikasikan Maret lalu oleh surat kabar Beijing Youth Daily, sebanyak 70 persen responden merasa transaksi uang tunai tak lagi berguna serta merepotkan.

Beberapa aplikasi yang dianggap mempopulerkan sistem non-tunai adalah WeChat (yang dikembangkan startup Tencent) serta Alipay (milik raksasa bisnis elektronik Alibaba). WeChat diluncurkan pertama kali pada 2011, awalnya sebagai aplikasi berkirim pesan untuk menandingi Blackberry Messenger dan Whatsapp. Belakangan, berbagai fitur ditambahkan, sampai-sampai WeChat sudah mirip gabungan antara medsos seperti Twitter, Whatsapp, serta internet banking. Aplikasi ini sangat populer di Negeri Panda itu. Diperkirakan mayoritas pengguna ponsel pintar Tiongkok menginstall WeChat. Pengguna aktif per bulan sebesar 889 juta orang. Para pengguna WeChat tidak pernah khawatir ataupun peduli data-data personel mereka diperjualbelikan oleh Tencent. Fakta pemerintah bisa mengakses chat pribadi mereka juga tak menjadi soal bagi penduduk Cina.

Iklan

Pengamat ekonomi memperkirakan Cina sepenuhnya mengadopsi transaksi non-tunai dalam kurun lima hingga 12 tahun mendatang. Seandainya kalian wisata ke Cina dan ingin beli rokok di kios macam ini, pastikan saja ponsel kalian nyala. Foto: Aurelien Foucault

Fitur transfer uang digital WeChat diperkenalkan Agustus 2013. Sementara transaksi dengan toko mitra, dijuluki WeChat Pay, mulai berfungsi September 2014. Pengguna WeChat otomatis terhubung dengan rekening bank masing-masing; artinya, baik transaksi online maupun di toko ritel offline, semua transaksi bisa dilakukan hanya dengan ponsel asalkan tersedia kode QR. "Eh, patungan bayar bill-nya lewat WeChat aja ya," adalah ucapan yang kini ngetren di kalangan anak muda Beijing saat nongkrong bersama teman-teman mereka di kafe.

Tencent memperkirakan pengguna fitur transaksi elektronik mereka lebih dari 600 juta orang di Cina. Kantor berita Reuters memperkirakan total transaksi WeChat Pay mencapai US$556 miliar (setara Rp7.410 triliun). Tidak terbayang besarnya angka itu? Bandingkan dengan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia yang "cuma" Rp2.080 triliun. Perputaran uang WeChat Pay berkali-kali lipat di atas perekonomian Indonesia.

Pertumbuhan pengguna yang mengesankan juga dialami oleh Alipay. Fungsi aplikasi ini sama persis seperti WeChat Pay. Karena muncul belakangan, pengguna aktif bulanan Alipay memang "baru" 270 juta orang. Ketika statistiknya dibedah lebih dalam, tak perlu kaget jika ada 175 juta transaksi keuangan setiap hari di Alipay.

"Generasi muda Cina tak lagi membaca surat kabar. Begitu pula untuk uang kertas, mereka akan meninggalkannya di masa depan."

Iklan

Sulit buat mengabaikan betapa perubahan radikal terjadi di kehidupan sehari-hari Cina. Setiap jam makan siang, resotran penuh bunyi bip karena pengunjung antre mendekatkan ponsel mereka ke QR code. Semakin jarang konsumen menerima struk atau nota pembelian. QR code bukan teknologi yang terlalu rumit. Banyak toko memasang kode itu alakadarnya di papan murah atau cukup posternya ditempel di dinding. Jangan kira pemandangan semacam ini hanya bisa terlihat di Beijing atau Shanghai. Kalau mampir ke kota-kota Provinsi Shandong, wilayah timur RRC, kalian akan mudah menemukan pedagang asongan membawa papan bertuliskan kode QR diikat di leher mereka. Sedang tidak ada uang receh untuk diberikan ke pengemis? Jangan norak ah, tinggal scan saja ponsel kalian ke kode QR di mangkok para peminta-minta. "Saat ini kami memang sedang dalam masa transisi yang drastis," kata Rhia Liu, analis dari tim litbang pasar Tencent yang bernama China Tech Insights. "Generasi muda Cina tak lagi membaca surat kabar. Begitu pula untuk uang kertas, mereka akan meninggalkannya di masa depan."

Lembaga tempat Liu bekerja merilis laporan mendalam bulan lalu. Kesimpulannya, muncul peningkatan drastis untuk sektor mobile payment. Pada 2015, 65 persen pengguna WeChat Pay menghabiskan kurang dari 500 Yuan (setara Rp965 ribu) untuk transaksi bulanan mereka. Setahun berikutnya, pengguna yang hanya mengalokasikan transaksi 500 yuan turun menjadi 40 persen saja. Sisanya sudah membelanjakan uang lebih besar lagi lewat sistem cashless berbasis ponsel. Sebanyak 45 persen responden mengutamakan transaksi WeChat Pay karena tak lagi repot membawa uang tunai, sementara 55 persen responden memilih mobile payment karena "cepat" dan "mudah digunakan."

Iklan

"Dua tahun terakhir, bisa dibilang orang-orang Cina menjalani hidup nyaris sepenuhnya lewat ponsel pintar," kata Ben Cavender, Analis Senior China Market Research Group. "Jika dibandingkan, porsi pemanfaatan smartphone di Amerika Serikat belum ada apa-apanya dengan Cina. Ketika semakin banyak orang menghabiskan waktu harian lewat ponsel, maka sangat logis bila sistem pembayarannya juga melalui piranti yang sama."

Sangat sulit sekarang menemukan toko kelonton atau kios kecil yang sepenuhnya mengandalkan transaksi tunai. Pengemis saja sudah menggantung papan QR code untuk menerima sedekah digital. Foto: Aurelien Foucault

Internet di Tiongkok dikontrol ketat oleh negara. Alhasil berkembangnya metode cashless di masyarakat sana tidak terlalu mengherankan. Dengan penduduk terbesar sedunia, tapi pilihan jasa yang tersedia relatif terbatas, maka keberhasilan satu sistem akan cepat menjalar dan diadopsi banyak orang. Jangan lupa, Facebook, Instagram, atau Twitter sampai sekarang masih diblokir pemerintah komunis Cina. WeChat akhirnya bisa dibilang nyaris melakukan monopoli pasar yang direstui oleh negara.

Karakter unik inilah yang dimiliki Cina, tapi tak ada di negara lain. Pengguna Internet di negara yang terbuka biasanya memakai beragam aplikasi untuk melakukan bermacam hal. Mengunggah foto lewat Instagram, ngobrol sama teman lewat Whatsapp, sementara jika ingin bercerita lewat blog atau medsos macam Twitter. Sementara di Tiongkok semua fungsi tadi sudah disediakan oleh pemain besar macam WeChat. Tidak heran ketika fitur transaksi nontunai turut disediakan oleh aplikasi ini, tingkat pemanfaatannya tumbuh luar biasa bahkan kini nyaris menyangi transaksi tunai.

Iklan

Maka ketika pakar ekonomi bilang Cina akan segera meninggalkan transaksi tunai, ramalan ini bukan isapan jempol. Lanskap industri perdagangan elektronik Negeri Tirai Bambu itu memang sangat bergairah, tanpa ada tanda-tanda surut dalam waktu dekat. Total nilai transaksi penjualan online mencapai US$900 miliar tahun lalu. Anak muda Cina kini belanja bukan lagi ke mal, tapi tinggal berburu barang incaran di Taobao, versi lokal dari e-Bay atau Forum Jual Beli KasKus di Indonesia. Pengusaha muda Cina sebagian besar mengedepankan metode transaksi cashless saat menjalankan bisnisnya.

Sangat sulit sekarang menemukan toko kelonton atau kios kecil yang sepenuhnya mengandalkan transaksi tunai. Pengemis saja sudah menggantung papan QR code untuk menerima sedekah digital. Foto: Aurelien Foucault

"Alibaba menurut saya lebih berhasil [dibanding WeChat] mengubah kebiasaan masyarakat Cina dalam bertransaksi," kata Zennon Kapron, pendiri firma riset pasar Kapronasia. Alibaba punya pangsa pasar di kota-kota kecil Tiongkok. Perusahaan milik konglomerat Jack Ma itu kini bergabung dalam Better Than Cash Alliance, kelompok pengusaha dan lembaga pemerintah di bawah naungan PBB yang mempromosikan transaksi sepenuhnya digital dalam sistem perekonomian.

Kesadaran pengusaha Cina memanfaatkan mekanisme cashless sangat tinggi, sehingga transisi ke budaya nontunai berlangsung relatif bebas hambatan. "Bisnis skala kecil menengah saja bisa menjual produk mereka dalam kuantitas luar biasa," kata Kapron. "Anda mungkin hanya punya gudang rempah-rempah kecil di Xinjiang, tapi para pengusaha sadar calon pembelinya datang dari seluruh Cina daratan."

Iklan

Kombinasi maut inilah, menurut Kapron, yang akan mengakhiri riwayat uang tunai di seantero RRC. Tumbuhnya generasi muda yang sangat melek teknologi dan tergantung sepenuhnya pada ponsel pintar, serta kesadaran para wirausahawan bahwa hambatan geografis untuk mengembangkan bisnis kini sepenuhnya hilang berkat Internet. "Sistem pembayaran uang tunai jadi terasa ketinggalan zaman."

***

Pertanyaan di awal artikel ini masih penting diajukan: Lalu kapan uang kertas dan recehan koin sepenuhnya ditinggalkan oleh masyarakat Cina? Kapan celengan ayam tanah liat punah berganti celengan babi yang wujudnya tak kasat mata di awan (baca: sistem cloud) sana? Semua analis dan pengamat ekonomi yang saya temui memberi kesimpulan tak jauh berbeda. Kira-kira dalam kurun lima hingga 13 tahun.

Liu, ambil contoh, merasa dirinya sekarang sudah menjadi manusia cashless sepenuhnya. Saat kami melakukan wawancara, terakhir kali dia menggunakan uang tunai adalah beberapa minggu sebelumnya. Itupun karena ada gangguan teknis, sehingga sistem kartu kereta metro Beijing tiba-tiba eror tidak bisa menerima top up deposit. Liu setiap bulan membayar uang kos lewat ponsel pintar.

Kendati demikian, Liu sadar sistem tunai masih sangat dibutuhkan oleh penduduk dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Karenanya, dia meramal ada perbedaan periode adopsi 100 persen cashless untuk kota besar dan kota kecil Tiongkok. "Dalam lima tahun ke depan, yang lebih dulu meninggalkan uang tunai adalah penduduk kota besar, karena sekarang saja sistem nontunai sudah merasuk ke berbagai bidang," urainya. Sementara di kota-kota kecil, uang tunai masih bertahan sampai infrastruktur pendukung teknologi informasi sudah memadai. Itupun terjadi tak lama lagi. "Jadi masih butuh waktu untuk penduduk di pedalaman Cina mengadopsi sistem yang sama."

Iklan

Kapron meyakini pada 2030 Tiongkok akan sepenuhnya menjadi negara "yang secara sadar menerapkan sistem ekonomi nontunai." Ramalan ini menurutnya tidak mungkin terhindarkan. Yang sangat mungkin terjadi justru momen itu bakal tiba lebih cepat karena pemerintah mengumumkan kebijakan anyar mewujudkan "cashless society" (masyarakat nontunai). "Uang tunai itu ongkos produksinya mahal lho, keamanannya juga sebenarnya lemah karena masih mungkin dipalsukan," kata Kapron. "Sudah banyak indikasi menunjukkan pemerintah Cina serius mewujudkan Remimbi [mata uang Tiongkok-red] digital dalam waktu dekat."

Karena tren konsumen yang memanfaatkan transaksi cashless melonjak drastis, pelaku usaha yang terpaksa menyesuaikan diri dengan memasang QR code untuk memudahkan transaksi. Foto: Aurelien Foucault

Prediksi optimis serupa disuarakan Wang Pengbo, analis dari Firma Riset Pasar Analysys. Dia menyatakan seluruh Cina secara efektif menjalankan perekonomian nontunai paling lambat 10 tahun lagi. Wacana itu hampir pasti terwujud, karena pengusaha, pemerintah, dan warga sama-sama memandang sistem nontunai lebih baik dibanding mempertahankan uang kertas dan recehan koin.

Perbankan setempat berulang kali menyatakan harapan cashless society terwujud lebih cepat, sebab biaya mengelola nilai tukar uang kertas amat fluktuatif. Agenda antikorupsi yang dicanangkan Presiden Xi Jinping turut diuntungkan bila transaksi tunai ditinggalkan. Makin sulit bagi para penyuap pejabat memberi hadiah berupa tas penuh segepok duit. Peredaran uang palsu, yang lebih dari setengah abad menghantui Bank Sentral Tiongkok, juga segera menjadi masa lalu.

"Saat ini semua indikator obyektif menunjukkan Cina adalah masyarakat yang mengadopsi sistem nontunai terbesar sejagat," kata Wang. Bank sentral maupun pemerintahan Xi Jinping sangat pro pada ide mewujudkan masyarakat yang tak lagi perlu memegang uang kertas. "Perkembangannya sangat pesat. Kota-kota menyiapkan infrastruktur pendukung, sementara aplikasi penyedia layanan transaksi cashless akan terus berkembang sama cepatnya."

Masih butuh bukti jika masyarakat Cina kini separuh kakinya sudah menjejak ke era baru transaksi ekonomi nontunai? Wang mungkin bisa meyakinkan kalian.

"Ini beneran lho. Saya kemarin baca berita ada pencuri yang membobol tiga toko dalam satu malam. Akibat aksinya, polisi menaksir kerugian para pemilik toko hanya ratusan yuan saja."

Untuk usaha berat dan senekat itu, ratusan yuan memang hanya recehan tak berarti. Setidaknya si maling masih punya cukup uang membeli dildo Super Emperor, tanpa perlu membawa uang tunai jarahannya di dompet. Tinggal scan ponsel dan tunggulah bunyi 'biip'.