penelitian

Penelitian: Kepribadian Mempengaruhi Cara Seseorang Hadapi Pandemi

Apakah kalian lebih bahagia selama pandemi? Atau justru kadar stresnya berkurang? Penelitian terbaru menjelaskan alasannya.
ilustrasi virus corona dengan wajah perempuan dan anting

VICE sudah berulang kali melaporkan hasil penelitian yang menjelaskan bagaimana pandemi memengaruhi kesehatan mental kita. Februari lalu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat juga menerbitkan studi yang menunjukkan 63 persen anak muda berusia 18-24 di AS mengaku mengalami gejala gangguan kecemasan dan depresi selama satu tahun terakhir. Itu sudah bisa ditebak.

Iklan

Siapa pula yang merasa baik-baik saja di tahun serba kacau seperti sekarang ini? Semua orang pasti sudah lelah dengan Covid-19, kan? Sayangnya… tidak. Menurut penelitian terbaru, orang introvert baik-baik saja. (Kurang lebih begitu, lah.)

Studi yang terbit pada Maret 2021 ini mempelajari penyesuaian diri mahasiswa selama pandemi berdasarkan kepribadian mereka. Peneliti meminta 484 mahasiswa baru sebuah universitas di wilayah timur laut AS untuk melakukan tes kepribadian Big Five pada awal semester. Responden lalu mencatat suasana hati, kadar stres dan aktivitas mereka sehari-hari pada sebuah aplikasi — memantaunya sebelum, selama dan setelah awal pandemi. Seperti yang bisa kalian tebak, suasana hati responden umumnya menurun selama COVID-19.

Akan tetapi, temuannya mengindikasikan, tingkat keparahan dampak pandemi bergantung pada ciri kepribadian tertentu. “Tingkat ekstraversi yang lebih tinggi, misalnya, terkait dengan penurunan suasana hati selama pandemi. Ini berbeda dengan responden yang memiliki tingkat ekstraversi rendah. Suasana hatinya sedikit meningkat dari waktu ke waktu,” bunyi penelitian tersebut.

“Data ini mendukung kesimpulan bahwa ciri-ciri kepribadian terkait dengan kesehatan mental dan dapat memengaruhi kemampuan seseorang dalam menghadapi peristiwa besar yang bikin stres.” Dengan kata lain, orang introvert mengalami peningkatan suasana hati, sedangkan orang ekstrovert merasakan sebaliknya.

Namun, temuannya menjadi terbalik ketika membahas kadar stres responden. Mahasiswa yang tingkat ekstraversinya tinggi tidak terlalu stres selama pandemi, sedangkan kelompok introvert merasa lebih stres. Kenapa bisa begini? “Tidak ada interpretasi langsung dari kombinasi temuan ini, tapi kami menduga orang ekstrovert merasa rangsangan dan tantangan dari kehidupan akademik yang sibuk lebih bermanfaat,” tulis peneliti.

Peneliti menebak berkuliah dari rumah mampu mengurangi stres, tapi membuat orang ekstrovert gampang bosan dan kesepian. Alhasil, suasana hati mereka memburuk. “Temuan ini sebagian mendukung hipotesis kami, meskipun perlu diingat bahwa mahasiswa ekstrovert tetap melaporkan suasana hati yang lebih positif secara keseluruhan — terlepas dari penurunan suasana hati karena COVID — dibandingkan dengan kawan-kawan mereka yang memiliki tingkat ekstraversi rendah.”

Intinya, orang introvert jauh lebih bahagia selama pandemi, tapi mereka jadi lebih stres. Dan walaupun suasana hati mereka meningkat, levelnya tetap tidak bisa mengalahkan orang ekstrovert.