Aplikasi Kencan

Jakarta Jadi Kota Incaran Utama Sugar Baby Cari Teman Kencan di Indonesia

Data aplikasi kencan SeekingArrangement menunjukkan om-om 'daddies' paling royal membayari kebutuhan sugar babies terbanyak di Jakarta, disusul Bandung, Surabaya, dan Medan.
Sugar Baby Cari Teman Kencan Om-Om di Indonesia Terbanyak Ada di Jakarta
ILUSTRASI SUGAR BABY [kanan]oleh SOOFIYA ANDRY/VICE; kaos bertuliskan Sugar Daddy oleh Alan Turkus/via Flickr/ lisensi CC 2.0

Aktivitas mencari teman kencan yang tajir berusia jauh lebih tua, dengan harapan mendapat keuntungan ekonomi, semakin meningkat di Indonesia. Itu kesimpulan dari SeekingArrangement, aplikasi kencan yang fokus menghubungkan sugar babies dengan calon sugar daddies atau sugar mommas. SeekingArrangement pekan lalu merilis data internal terkait karakter pemakaian aplikasi mereka di Tanah Air.

Hasilnya, Jakarta menjadi kota yang paling aktif untuk jenis kencan semacam ini. Terdapat 10.200 pengguna berstatus sugar babies, sementara ada 4.221 lelaki mapan (diasumsikan sudah layak dijuluki om-om) dalam aplikasi tersebut. Kota yang berada di urutan kedua adalah Bandung (dengan 1.417 sugar babies), Surabaya ada di posisi tiga (dengan 1.069 sugar babies), lalu di posisi empat ada Medan (dengan 482 sugar babies). Di urutan kelima, bertengger Tangerang.

Iklan

Hanya Jakarta yang memiliki lebih dari seribu sugar daddies, sementara kota lain baru di kisaran ratusan. Sayangnya data ini belum mencakup pemetaan jumlah ‘sugar mommas’, alias tante-tante yang membayari kebutuhan sehari-hari pacar lelaki mudanya di Indonesia.

Menurut analisis Brandon Wade, CEO sekaligus pendiri SeekingArrangement, meningkatnya tren kencan sugar baby senantiasa didorong oleh ketimpangan ekonomi di tiap negara, tak terkecuali untuk kasus Indonesia.

“Demi mencapai standar hidup yang diidamkan, anak muda kini mencari cara-cara alternatif untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. [Kencan dengan Sugar Daddies/Mommas] jauh lebih menjanjikan dibanding mencari pinjaman yang berisiko merugikan kondisi keuangan dalam jangka panjang,” kata Wade, lewat keterangan tertulis yang diterima VICE Indonesia pada Minggu (16/8) lalu.

Aktivitas sugar baby di Indonesia semakin marak lima tahun terakhir. Kata kunci ‘SugarDaddy’ bahkan sempat menjadi trending topic di Twitter Indonesia pada 2018. Jenis kencan semacam ini dianggap kontroversial, lantaran melibatkan lelaki/perempuan mapan yang sudah berkeluarga menjalin hubungan asmara diam-diam dengan sosok yang lebih muda. Selain menerabas tabu soal kesucian pernikahan, sugar babies dinilai sebagai kedok lain pelacuran sekalipun tidak selalu melibatkan uang.

Masih dari kesimpulan SeekingArrangement, kebutuhan mencukupi ongkos pendidikan merupakan salah satu motivasi utama sugar babies mencari pasangan lebih tua. Sebab, dari generasi muda Indonesia yang kini berusia 25 tahun hingga awal 30-an, hanya 12 persen yang memiliki gelar sarjana. Bahkan, di mayoritas kota-kota besar Indonesia, 56 persen penduduk berusia muda belum bisa menempuh pendidikan S1 karena keterbatasan biaya.

Iklan

Sejauh ini sugar babies masih didominasi perempuan, karena diasumsikan oleh SeekingArrangement, pendapatan perempuan yang masuk dunia kerja lebih kecil dibanding lelaki. Ketimpangan itu juga dicatat oleh hasil survei World Economic Forum, yang menyebut 27,64 persen pekerja perempuan di Tanah Air mendapat bayaran lebih kecil dari lelaki untuk posisi yang sama.

“Itulah kenapa dukungan finansial, kesempatan jalan-jalan, dan keinginan mendapat kehidupan yang lebih nyaman memotivasi para sugar babies yang aktif di platform kencan kami,” imbuh Wade.

Namun, belum tergambar persentase aktivitas sugar baby di Tanah Air yang niat utamanya demi membiayai pendidikan. Sebagai perbandingan, sugar baby di Amerika Serikat rata-rata mengincar om-om untuk mengongkosi kuliah. Sebaliknya, aktivitas kencan serupa di kawasan Afrika Barat dan Tengah, niat utamanya adalah uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari, yang kemudian berimbas pada meningkatnya penularan HIV/AIDS sampai mendorong kampanye “Say No To Sugar Daddy”.

Saat mengomentari fenomena sugar babies yang makin marak pada 2018 lalu, akademisi ilmu sosial Triyono Lukmantoro dari Universitas Diponegoro, menilai pola kencan semacam ini bisa subur bukan semata-mata karena persoalan ekonomi. Sugar Daddies pun berperan besar, sebab karakter masyarakat di Indonesia masih sangat patriarkis. Para lelaki mapan itu tidak sepenuhnya tulus saat membiayai kebutuhan hidup pasangannya yang lebih muda.

“[Para sugar daddies] ingin menunjukkan power, kuasa, baik dari sisi tubuh maupun dari sisi finansial. Dalam dunia yang patriarkis semacam ini, sugar daddy merupakan figur dan cara yang dianggap tepat untuk mengekspresikan hasrat kelelakian itu,” kata Triyono saat dihubungi Kumparan.

Minat publik di berbagai negara terhadap aplikasi kencan sejenis SeekingArrangement terus meningkat. Selain SeekingArrangement, ada juga SugarBook yang menawarkan konsep aplikasi menghubungkan calon sugar babies dan daddies-nya. Kedua layanan itu sama-sama memberi akses layanan lebih lengkap bila pengguna berlangganan fitur premium.